
JAKARTA, JAYAKARTA POS - Banjir dan longsor besar yang melanda Aceh, Sumbar, dan Sumut hingga merenggut 753 nyawa, 650 orang hilang, dan 1 juta lebih warga mengungsi bukan semata bencana alam — ini adalah bencana ekologis akibat kegagalan negara mengelola ruang hidup rakyatnya dan bukan lagi musibah, ini adalah kelalaian negara, Sabtu (06/12/2025).
Aceng Syamsul Hadie menyakinkan bahwa kita harus berani tegas untuk menyebut bahwa kerusakan hutan, tambang ilegal, tata ruang yang dilanggar, dan minimnya sistem mitigasi muncul, semua itu akibat dari kegagalan kementerian-kementerian terkait dalam menjalankan tugasnya.
"Kerusakan yang berbentuk banjir, longsor, korban jiwa, hilangnya informasi data warga, ribuan pengungsian dan berbagai penderitaan masyarakat adalah sebuah harga dari akibat deforestasi yang dibiarkan, tata ruang yang dilanggar, tambang tak direklamasi, infrastruktur pengendali banjir yang lemah, mitigasi bencana yang gagal total, semua itu akibat dari kegagalan kementerian-kementerian terkait dalam menjalankan tugasnya", ungkap Aceng Syamsul Hadie, S.Sos, MM selaku Ketua Dewan Pembina DPP ASWIN (Asosiasi Wartawan Internasional).
Aceng yang juga selaku pemimpin redaksi media Jejak Investigasi menyarankan agar kita tidak perlu mencari-cari alasan, Sumatera sudah sejak lama menjadi etalase dari deforestasi brutal, tambang tanpa reklamasi, dan pembiaran izin usaha di kawasan rawan bencana, semua itu tidak mungkin terjadi tanpa adanya kelemahan struktural di kementerian yang memegang kendali kebijakan.
Aceng menjelaskan bahwa ada 4 (empat) Kementerian yang harus bertanggung jawab atas kejadian ini, karena perannya paling menentukan terjadinya banjir dan longsor.
Kementerian ini bertanggung jawab mengelola dan melindungi lingkungan hidup, maka phaknya yang bertanggung jawab atas penerbitan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) sebagai gerbang terakhir penilaian kelayakan sebuah izin.
Tampak analisis dan pengawasan AMDAL sangat lemah, terjadi pembiaran pencemaran dan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS), minim penegakan hukum lingkungan, lamban memetakan dan memitigasi wilayah rawan, tidak serius dalam memulihkan DAS kritis.
Kementerian ini bertugas melindungi hutan dari ancaman seperti pembalakan liar dan kebakaran, serta menegakkan hukum di sektor kehutanan. Maka memiliki tanggung jawab atas kewenangan pemberian izin penggunaan kawasan hutan dan alih fungsi.
Kenyataan terjadi pembiaran deforestasi masif dan brutal, kontrol buruk terhadap konsesi hutan, reboisasi minim dan tak efektif, penegakan hukum lemah atas illegal logging dan hilangnya hutan penyangga dan kawasan lindung.
Dinilai berperan dalam penerbitan izin pertambangan yang masif, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, yang merusak daya dukung alam.
Terjadi tambang terbuka yang menghancurkan lereng dan hulu sungai, reklamasi tambang fiktif, konsesi di daerah rawan longsor dibiarkan, maraknya Pertambangan Tanpa Izin (PETI) adalah bukti pengawasan gagal dan kebijakan pro-ekstraksi tanpa batas.
Kementerian ini gagal dalam memastikan pertambangan yang dilakukan secara bertanggung jawab, reklamasi hanyalah jargon, bukan kewajiban yang ditegakkan.
Kementerian ini bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya air, pengendalian banjir, termasuk melakukan pengawasan lingkungan dan rehabilitasi terhadap kegiatan konstruksi dan infrastruktur.
Tetapi kementerian ini tidak menunjukkan kesiapan teknis dalam membangun sistem mitigasi banjir dan pengendalian air dan tidak ada keseriusan mengendalikan Daerah Aliran Sungai (DAS), infrastruktur pengendali banjir pun sangat minim dan lambat, gagal mengawal tata ruang, sungai dibiarkan sakit bertahun-tahun dan sistem peringatan dini tidak bekerja.
Aceng mendesak Prabowo Subianto untuk melakukan tindakan cepat dalam mengatasi bencana Sumatera ini, antara lain:
1. Copot Menteri-menteri yang terlibat, seperti Menteri Lingkungan Hidup (Hanif Faisol Nurofiq), Menteri Kehutanan (Raja Juli Antoni), Menteri ESDM (Bahlil Lahadalia), Menteri PUPR (Dody Hanggodo).
2. Mengusut tuntas dan tegakkan hukum bagi siapa saja yang terlibat dalam kejahatan ekologis ini, baik para pejabat sebelumnya dan para korporasi.
3. Stop dan hentikan serta cabut semua perizinan yang merusak hutan dan tanah Sumatera.
4. Gerakan semua potensi negara dalam menangani bencana ini dengan cepat dan terukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar